November 16, 2012

CONSUMER BEHAVIOUR : LIFE STYLE, PERSONALITY AND CONSUMER DIVERSITY

1. CONSUMER INNOVATIVENESS


Menggambarkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk-produk atau jasa baru. Pemasar ingin mengetahui bagaimana produk-produk baru bisa diterima konsumen. Konsumen memiliki perbedaan dalam derajat keinginannya untuk mencoba hal-hal yang baru. Dalam hal ini consumer innovative secara objective dan bisa menerima sesuatu yang baru dan tipe orang yang terbuka dengan produk-produk penemuan baru dari berbagai macam produsen , atau berbagai macam negara. 

Contoh : 
Seorang remaja berumur 20 tahun bertempat tinggal di perkotaan, dengan lingkungan yang sangat modern dan mobilitas tinggi, membuat remaja ini memiliki kehidupan dengan kebutuhan gaya hidup yang tinngi pula. Untuk seorang remaja yang sadar akan teknologi, pada saat ia akan membeli sebuah gadget ia mempertimbangkan mana produk terbaik untuk dirinya dan sesuai dengan kepribadian dan kebutuhannya, ia tidak terlalu memperdulikan produk tersebut berasal dari mana, yang jelas ia hanya menginginkan suatu gadget yang bisa merepresentasikannya dan dapat mempermudah pekerjaannya sehari-hari, untuk itu ia membeli gadget terbaru untuk berdasarkan keperluannya.


source : http://id.scribd.com/doc/39939280/13/Gaya-Hidup-Lifestyle

Setiap konsumen,  pasti mempunyai keinginan untuk membeli sesuatu secara terus menerus. Namun jika pembelian ini berlebihan, maka hal inilah yang biasa disebut sebagai compulsive buying (Kwak et al., 2003). Kwak et al. (2003) menyatakan bahwa definisi apapun untuk menjelaskan compulsive buying haruslah memasukkan dua kriteria, yaitu: 
Contoh : 
source : http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/ME/article/viewFile/910/905
3. CONSUMER ETHNOCENTRISM
General theory :
Dari perspektif konsumer ethnocentric membeli produk impor adalah sesuatu yang salah, karena hal terebut melukai perekonomian domestik, menyebabkan hilangnya pekerjaan dan secara jelas tidak patriotis, produk dari negara lain merupakan momok bagi konsumen dengan tingkat ethnocentric yang tinggi (highly ethnocentric consumers). Sebaliknya nonethnocentric mengevaluasi produk lebih objektif, tanpa mempertimbangkan dimana produk tersebut dibuat. Dalam hubungan fungsional, consumer ethnocentrism memberikan individu suatu arti identitas, rasa memiliki dan suatu pengertian bagaimana pembelian yang dapat diterima dan tidak dapat diterima bagi suatu kelompok (Shimp and Sharma, 1987).
Contoh : 


2. CONSUMER COMPULSIVE / COMPULSIVE BUYING

1) Perilakunya haruslah terjadi berulang-ulang, dan 
2) Perilakunya haruslah menimbulkan masalah
bagi individu tersebut.
Berdasarkan dua kriteria di atas, maka Kwak et al. (2003) mendefinisikan compulsive buying sebagai ”pembelian yang terus menerus, berulang-ulang yang menjadi sebuah respon utama dari peristiwa-peristiwa dan perasaan-perasaan yang negatif.” Di mana aktivitas pembelian tersebut mungkin akan memberikan penghargaan dalam jangka pendek, dan sangat sulit untuk dihentikan serta akan menimbulkan konsekuensi yang berbahaya. 

Dalam compulsive consumption biasanya wanita cenderung melakukan hal ini lebih banyak dan lebih  sering ketimbang pria. Kebutuhan akan produk kecantikan contohnya, produk kecantikan seperti sudaikh menjadi suatu kebutuhan yang mendasar yang harus di penuhi oleh setiap wanita. Tak heran perusahaan kecantikan berlomba-lomba merebut pasar wanita dalam memenuhi keuntugan dalam penjualannya. Karena pemasaran yang gencar dan baik, seakan kosmetik adalah kebutuhan hidup, maka setiap wanita pun pastinya akan berlomba-lomba untuk menjadi cantik. Pada kasus ini, psikologis wanita pun berpengaruh. misalnya, si A senang sekali membeli peralatan make up, terutama eyeshadow dan bedak. mungkin untuk beberapa kali dalam pembelian dan ia memang butuh produk tersebut, memang wajar. Tetapi jika pembelian produk tersebut dilakukan secara terus menerus dan berlebihan serta menimbulkan masalah, maka si A dapat disebut sebagai consumer compulsive consumption. Hal ini sangat menguntungkan perusahaan atau produsen tetapi dapat menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dalam kehidupan si A.





Consumer Ethnocentrism is a psychological concept that refers to individuals who believe that their country's products are superior to those of other countries. This concept also describes consumers in one country thinking that purchasing products in other countries is immoral or inappropriate because doing so is unpatriotic. It is a common belief amongst groups showing signs of consumer ethnocentrism that purchasing foreign-made products means not supporting the economy and the job market of the home country.
Businesses often study consumer ethnocentrism to develop strategic marketing plans for entering new foreign markets. By understanding the attitudes and beliefs of the foreign consumers, a business can better position itself to come across in a more positive light. For example, a business entering a market showing consumer ethnocentrism may want to include in its advertisements that purchasing from them means supporting their country because the business has local offices employing their neighbors.
Characteristics of countries with consumer ethnocentrism include skepticism of foreign goods, strong patriotism and high availability of domestic brands. If consumers believe that foreign goods are generally inferior to their own home goods, then they will be less likely to support foreign brands. These consumers also are aware of economic conditions and want to support local jobs and businesses by not buying items that will take their money outside of the country. If there are no local brands to satisfy a need, then consumers will purchase foreign goods until their needs are fulfilled locally.
The types of countries likely to develop consumer ethnocentrism include small countries with animosity toward larger countries, countries with low levels of exposure to other cultures and those with low levels of domestic alternatives. Small countries that have experienced struggles with outside countries through political, military and social events, for example, are more likely to carry those negative feelings to the marketplace when it comes time to make a purchase. Additionally, if a country is more isolated without much exposure to other cultures, then it will be more skeptical and less likely to buy the outside brands. If people feel like they have no other choice but to buy the foreign good since it is not available locally, however, they will reluctantly do so.

Based on the general theory of ethnocentrism, consumer ethnocentrism is specific to consumers of a particular country. Ethnocentrism refers to general groups of people, wherein there is an "in-group" and an "out-group." In terms of consumer ethnocentrism, the "in-group" is the home country and the "out-group" is foreign countries. In 1987, Terence Shimp and Subhash Sharma first recognized consumer ethnocentrism and created the CETSCALE to measure its levels in various countries.
http://www.wisegeek.com/what-is-consumer-ethnocentrism.htm
Diadaptasi dari konsep umum ethnocentrism yang di perkenalkan pertama kali oleh Sumner (1906). Secara umum mewakili kecenderungan masyarakat secara universal melihat kelompoknya sendiri sebagai pusat alam semesta -pusat alam segalanya- menginterpretasikan unit sosial lain dari perspektif kelompoknya sendiri, dan menolak orang-orang yang berbeda secara budaya manakala menerima 'tanpa pandang bulu" orang-orang yang secara budaya menyerupai diri mereka. (Booth, 1979; Worchel  and Cooper,1979).
Seperti yang didefinisikan oleh Shimp and Sharma (1987) sebagai :
"The beliefs held by consumers about the appropriateness, indeed morality, of purchasing foreign-made products."


Consumer ethnocentric lebih memilih produk dalam negerinya daripada produk luar negeri. Kecintaan yang tinggi pada negerinya dan rasa nasionalisme yang kuat mendorong orang bertipe ini lebih menyukai produk dalam negerinya-apapun itu-daripada luar negeri. Sikap ini mungkin bermaksud baik, yaitu ingin negaranya maju dalam sisi perekonomian, membawa nama baik negaranya dalam exor barang, atau dan lain sebagainya. Misalnya pak Keni membeli gitar akustik merk SUWIG dengan buatan Indonesia, dengan merk Indonesia, dalam pikirannya, kualitas produk lokal pun tidak kalah dengan produk buatan luar, dan desainnya pun tak kalah menarik dan bisa bersaing di kancah internasional. Ada suatu kebanggan jika membeli dan mencintai produk dalam negeri. Karena sifat tersebut, maka Pak Keni termasuk tipe consumer ethnocentric.
source : http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124706-6011-Analisis%20tingkat-Literatur.pdf

No comments:

Post a Comment